BERSATU DALAM PERBEDAAN

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina S Febriany

Hanya tinggal menghitung hari menuju momen yang ditunggu; pemilu. Hiruk pikuk suara-suara calon wakil rakyat bergema di seantero penjuru, berharap dirinyalah yang berhasil maju menempati kursi yang dituju.

Euforia masyarakat pengikut kampanye pun tak kalah seru. Mereka antusias mengikuti orasi calon legislatif di sejumlah daerah, lengkap dengan atribut partai dan seragam baju pemilu.

Pemilu memang selalu menyimpan kisah tersendiri. Perhelatan akbar lima tahunan ini pun tak ingin disia-siakan para calon pemilih yang memang telah yakin dalam menentukan pilihannya.
Namun, tak sedikit dari mereka yang sekedar ikut-ikutan atau bahkan tidak tahu sama sekali profil para calon legislatif. Itulah mengapa sebagian besar masyarakat memilih bungkam dalam golongan putihnya.

Apa pun partainya, semangat persatuan dalam perbedaan wajib ada dalam tubuh partai. Persatuan ibarat ruh kehidupan, jika Indonesia yang terdiri dari berbagai macam pulau, suku, ras, budaya dan agama tidak dipondasikan dengan semangat persatuan, maka tak heran jika mungkin suatu saat akan mengalami kehancuran.
Kehancuran ini pun lahir karena sensitivitas dan fanatisme masyarakat atau pemeluk agama terhadap keyakinannya masing-masing sehingga sulit menerima banyak perbedaan.

Dengan santun, Alquran telah menguraikan dengan begitu indah semangat persatuan. Sebab dari dulu hingga detik ini, ujung pangkal perpecahan ialah minimnya semangat persatuan dan enggan menerima perbedaan.

“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai-berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati kalian, lalu jadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. Dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” (QS Ali Imran: 103)

Ibnul Qayyim al-Jauziyah dalam Fathul Majid mengatakan, persatuan akan tercipta ketika pemeluk agama (dalam konteks ini kaum Muslimin) tetap setia di jalan lurus Allah. Adapun makna jalan Allah yang lurus adalah jalan Allah yang Allah telah gariskan untuk hamba-hamba-Nya. Jalan yang akan menyampaikan mereka kepada Allah dan tidak ada jalan lain selain itu.

Bahkan seluruh jalan berakhir kepada makhluk, kecuali satu jalan yang telah digariskan melalui lisan para rasulnya, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah dan menyendirikan rasul dalam ittiba’ (ikutan). Dengan kata lain, jalan tersebut berada di atas dua prinsip yaitu tauhidullah (mengesakan Allah) dan ittiba’ rasul (mengikuti sunnah rasul).

Uraian Ibnul Qayyim ini sangat menginspirasi, jika saja umat Islam mau menyadari. Tentu saja, perubahan ke arah yang lebih baik akan mudah tercapai jika umat Islam melakukan pembenahan dari dalam; menata umat untuk kembali kepada dua tali agama Allah yang tak akan sesat selama-lamanya yaitu Alquran dan al-hadis.

Dalam ayat lain, Allah menasihati kita, “…dan janganlah kalian termasuk orang-orang musyrikin, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS ar-Rum: 31-32)

Merasa bangga terhadap golongan dalam petikan ayat di atas juga penyebab utama perpecahan, oleh karenanya, Rasulullah SAW bersabda, “Persatuan (jamaah) adalah rahmat dan perpecahan (furqah) adalah azab.” (HR Ahmad)

Unity in diversity, kiranya semangat ini yang harus mulai ditanamkan dalam diri setiap Muslim baik terhadap sesamanya maupun pemeluk agama lain. Dengan semangat persatuan, maka akan lahir kekuatan untuk menciptakan bangsa besar yang memiliki peradaban. Semoga!

Komentar

Nelvianti mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Postingan Populer